Selasa, 05 Januari 2010

Tanda-Tanda Kematian

Assalammu'alaikum wr wb




tadi abis liat2 notes temen,dan trnyata saya menemukan sebuah artikel ini,baca yaaa..
abis itu diresapi,hhehehhehe

" Tanda 100 hari mau meninggal "

Ini adalah tanda pertama dari ALLAH SWT kepada hambanya dan hanya
akan di sadari oleh mereka yang dikehendakinya
Walau bagaimanapun semua orang islam akan mendapat tanda ini hanya saja
mereka menyadari atau tidak, tanda ini akan berlaku lazimnya selepas waktu ashar, seluruh tubuh yaitu
dari ujung rambut hingga ke ujung kaki akan mengalami getaran atau
seakan-akan menggigil, contohnya seperti daging lembu yang baru saja
disembelih dimana jika diperhatikan dengan teliti, kita akan mendapati
daging tersebut seakan -akan bergetar......
Tanda ini rasanya nikmat dan bagi mereka yang sadar dan berdetik dihati
bahwa mungkin ini adalah tanda mati, maka getaran ini akan berhenti dan
hilang setelah kita sadar akan kehadiran tanda ini.
Bagi mereka yang tidak diberi kesadaran atau mereka yang hanyut dengan
kenikmatan tanpa memikirkan soal kematian, tanda ini akan lenyap begitu
saja tanpa sembarang manfaat...
Bagi yang sadar dengan kehadiran tanda ini, maka ini adalah peluang
terbaik untuk memanfaatkan masa yang ada untuk mempersiapkan diri dengan
amalan dan urusan yang akan dibawa atau ditinggalkan sesudah mati.

" Tanda 40 hari sebelum hari mati "

Tanda ini juga akan berlaku sesudah waktu ashar, bahagian pusat kita
akan berdenyut-denyut pada ketika ini daun yang tertulis nama kita akan
gugur dari pokok yang letaknya diatas arash ALLAH SWT, maka malaikat
maut akan mengambil daun tersebut dan mulai membuat persediaannya ke atas
kita, antaranya ialah ia akan mulai mengikuti kita sepanjang masa ...
Akan terjadi malaikat maut ini memperlihatkan wajahnya sekilas lalu dan
jika ini terjadi, mereka yang terpilih ini akan merasakan seakan-akan
bingung seketika
Adapun malaikat maut ini wujudnya cuma seorang tetapi kuasanya untuk
mencabut nyawa adalah bersamaan dengan jumlah nyawa yang akan
dicabutnya.........

" Tanda 7 hari "

Adapun tanda ini akan diberikan hanya kepada mereka yang diuji dengan
musibah kesaktian dimana orang sakit yang tidak makan, secara tiba-tiba
ia berselera untuk makan...

" Tanda 3 hari "

Pada ketika ini akan terasa denyutan di bahagian tengah dahi kita yaitu
diantara dahi kanan dan kiri, jika tanda ini dapat dikesan maka
berpuasalah kita selepas itu supaya perut kita tidak mengandungi banyak
najis dan ini akan memudahkan urusan orang yang akan memandikan kita
nanti....
Ketika ini juga mata hitam kita tidak akan bersinar lagi dan bagi orang
yang sakit hidungnya akan perlahan-lahan jatuh dan ini dapat dikesan jika
kita melihatnya dari bahagian sisi...
Telinganya akan layu dimana bagian ujungnya akan beransur-ansur masuk ke
dalam...
Telapak kakinya yang terlunjur akan perlahan-lahan jatuh ke depan dan
sukar ditegakan...

" Tanda 1 hari "

Akan berlaku sesudah ashar dimana kita akan merasakan satu denyutan di
sebelah belakang yaitu di kawasan ubun-ubun dimana ini menandakan kita
tidak akan sempat untuk menemui waktu ahsar keesokan harinya....

" Tanda akhir "

Akan terjadi keadaan dimana kita akan merasakan sejuk dibahagian pusat
dan rasa itu akan turun kepinggang dan seterusnya akan naik ke bahagian
Halkum...
Ketika ini hendaklah kita terus mengucap kalimat SYAHADAT dan berdiam
diri dan menantikan kedatangan malaikat maut untuk menjemput kita kembali
kepada ALLAH SWT yang telah menghidupkan kita dan sekarang akan mematikan pula


tuh, buat temen2 yang islam jangan tinggalin solatnya ya

Sekilas info! MUSIBAH bagi orang2 yg meninggalkan SHALAT :

- SUBUH: Ia akan dsiksa sLm 60thn d Neraka.
- DZUHUR: Dosanya seperti membunuh 1000 org MusLim.
- ASHAR: Dosanya seperti org yg meruntuhkn Ka'bah.
- MAGRIB: Dosanya seprti berzina dengan Ibu/Bapaknya.
- ISYA: ALLah tidak meridhoi Ia hidup d Bumi & d desak agar Ia mencari Bumi Lain.


wassalamu 'alikum wr wb

CREDITS TO KASKUSER

Sabtu, 02 Januari 2010

Etika Pergaulan Menurut Islam

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat <49>:13)
Pergaulan adalah satu cara seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Bergaul dengan orang lain menjadi satu kebutuhan yang sangat mendasar, bahkan bisa dikatakan wajib bagi setiap manusia yang “masih hidup” di dunia ini. Sungguh menjadi sesuatu yang aneh atau bahkan sangat langka, jika ada orang yang mampu hidup sendiri. Karena memang begitulah fitrah manusia. Manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.
Tidak ada mahluk yang sama seratus persen di dunia ini. Semuanya diciptakan Allah berbeda-beda. Meski ada persamaan, tapi tetap semuanya berbeda. Begitu halnya dengan manusia. Lima milyar lebih manusia di dunia ini memiliki ciri, sifat, karakter, dan bentuk khas. Karena perbedaan itulah, maka sangat wajar ketika nantinya dalam bergaul sesama manusia akan terjadi banyak perbedaan sifat, karakter, maupun tingkah laku. Allah mencipatakan kita dengan segala perbedaannya sebagai wujud keagungan dan kekuasaan-Nya.
Maka dari itu, janganlah perbedaan menjadi penghalang kita untuk bergaul atau bersosialisasi dengan lingkungan sekitar kita. Anggaplah itu merupakan hal yang wajar, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan tersebut dengan sikap yang wajar dan adil. Karena bisa jadi sesuatu yang tadinya kecil, tetapi karena salah menyikapi, akan menjadi hal yang besar. Itulah perbedaan. Tak ada yang dapat membedakan kita dengan orang lain, kecuali karena ketakwaannya kepada Allah SWT (QS. Al_Hujurat <49>:13)
Perbedaan bangsa, suku, bahasa, adat, dan kebiasaan menjadi satu paket ketika Allah menciptakan manusia, sehingga manusia dapat saling mengenal satu sama lainnya. Sekali lagi . tak ada yang dapat membedakan kecuali ketakwaannya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu kita tumbuh kembangkan agar pergaulan kita dengan sesama muslim menjadi sesuatu yang indah sehingga mewujudkan ukhuwah islamiyah. Tiga kunci utama untuk mewujudkannya yaitu ta’aruf, tafahum, dan ta’awun. Inilah tiga kunci utama yang harus kita lakukan dalam pergaulan.
Ta’aruf. Apa jadinya ketika seseorang tidak mengenal orang lain? Mungkinkah mereka akan saling menyapa? Mungkinkah mereka akan saling menolong, membantu, atau memperhatikan? Atau mungkinkah ukhuwah islamiyah akan dapat terwujud?
Begitulah, ternyata ta’aruf atau saling mengenal menjadi suatu yang wajib ketika kita akan melangkah keluar untuk bersosialisasi dengan orang lain. Dengan ta’aruf kita dapat membedakan sifat, kesukuan, agama, kegemaran, karakter, dan semua ciri khas pada diri seseorang.
Tafahum. Memahami, merupakan langkah kedua yang harus kita lakukan ketika kita bergaul dengan orang lain. Setelah kita mengenal seseorang pastikan kita tahu juga semua yang ia sukai dan yang ia benci. Inilah bagian terpenting dalam pergaulan. Dengan memahami kita dapat memilah dan memilih siapa yang harus menjadi teman bergaul kita dan siapa yang harus kita jauhi, karena mungkin sifatnya jahat. Sebab, agama kita akan sangat ditentukan oleh agama teman dekat kita. Masih ingat ,”Bergaul dengan orang shalih ibarat bergaul dengan penjual minyak wangi, yang selalu memberi aroma yang harum setiap kita bersama dengannya. Sedang bergaul dengan yang jahat ibarat bergaul dengan tukang pandai besi yang akan memberikan bau asap besi ketika kita bersamanya.”
Tak dapat dipungkiri, ketika kita bergaul bersama dengan orang-orang shalih akan banyak sedikit membawa kita menuju kepada kesalihan. Dan begitu juga sebaliknya, ketika kita bergaul dengan orang yang akhlaknya buruk, pasti akan membawa kepada keburukan perilaku ( akhlakul majmumah ).
Ta’awun. Setelah mengenal dan memahami, rasanya ada yang kurang jika belum tumbuh sikap ta’awun (saling menolong). Karena inilah sesungguhnya yang akan menumbuhkan rasa cinta pada diri seseorang kepada kita. Bahkan Islam sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk saling menolong dalam kebaikan dan takwa. Rasullulloh SAW telah mengatakan bahwa bukan termasuk umatnya orang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam yang lain.
Ta’aruf, tafahum , dan ta’awun telah menjadi bagian penting yang harus kita lakukan. Tapi, semua itu tidak akan ada artinya jika dasarnya bukan ikhlas karena Allah. Ikhlas harus menjadi sesuatu yang utama, termasuk ketika kita mengenal, memahami, dan saling menolong. Selain itu, tumbuhkan rasa cinta dan benci karena Allah. Karena cinta dan benci karena Allah akan mendatangkan keridhaan Allah dan seluruh makhluknya.

Sumber:
http://id.shvoong.com/humanities/1775913-etika-pergaulan-menurut-islam/

Pentingnya Mendorong Etika Bisnis Syariah

Industri keuangan dan perbankan syariah terus berkembang di Indonesia. Hal tersebut didorong semakin banyaknya masyarakat yang menyadari pentingnya bersyariah dalam berekonomi. Kondisi tersebut akhirnya mendorong berbagai lembaga keuangan konvensional berlomba membuka divisi atau cabang syariah. Tujuannya agar dapat memberikan layanan keuangan syariah bagi masyarakat.
Berdasarkan data publikasi Bank Indonesia (BI) hingga Juli lalu, terdapat tiga bank umum syariah (BUS) dan 24 unit usaha syariah bank umum konvensional (UUS BUK). Selain itu, terdapat sebanyak 107 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS). Sedangkan, berdasarkan data bersumber situs Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), asuransi syariah saat ini berjumlah lebih dari 37 perusahaan atau cabang syariah. Selain itu, terdapat tiga perusahaan reasuransi yang memiliki divisi syariah dan lima broker asuransi syariah.
Namun, menurut Chairman Mudharabah Institute, Muhammad Rizal Ismail, perkembangan keuangan dan perbankan syariah tersebut tidak terjadi secara menyeluruh. Perkembangan tersebut hanya terjadi pada sistem dan produk keuangan syariah. Sedangkan, perilaku pelaku keuangan dan perbankan syariah masih menggunakan pola konvensional. ''Saat ini penerapan ekonomi syariah dalam bisnis keuangan dan perbankan syariah hanya 50 persen karena hanya produknya saja dan belum perilaku Sumber Daya Manusianya,'' katanya kepada Republika, Kamis, (30/8).
Rizal menyebutkan, lembaga keuangan syariah hendaknya menerapkan etika bisnis syariah secara konsisten. Sebabnya, bila lembaga tersebut menerapkan etika konvensional dan bertentangan dengan prinsip syariah, hal tersebut diyakini akan memperburuk citra keuangan syariah. Karena itu, lembaga keuangan syariah perlu mendorong penerapan etika bisnis syariah dalam operasi bisnis.
Penerapan etika bisnis syariah, menurut Rizal, bertujuan untuk merealisasikan prinsip good corporate governance (GCG) bagi lembaga keuangan syariah. Namun, penerapan GCG bagi lembaga keuangan syariah (LKS) berbeda dengan lembaga keuangan konvensional karena GCG LKS disesuaikan dengan prinsp syariah. ''Misalnya saya masih melihat ada gejala riswah (suap) yang dipraktikkan lembaga bisnis syariah yang dianggap sebagai marketing fee,'' katanya.
Karena itu, menurut Rizal, penerapan etika bisnis syariah penting didukung semua pihak baik pemerintah, regulator moneter, maupun pelaku bisnis syariah. Hal tersebut dilakukan dengan mendorong sosialisasi nilai-nilai etika bisnis syariah. Dengan demikian, kegiatan operasi bisnis lembaga keuangan dan perbankan syariah dapat dijalankan sesuai etika syariah.
Pendapat mengenai belum diterapkannya etika bisnis syariah juga sempat diungkapkan Direktur Bidang Syariah LPPI, Ari Mooduto akhir tahun lalu. Menurut dia, berdasarkan pengkajian lembaganya, masih banyak manajemen direksi bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) yang masih menerapkan budaya perbankan konvensional. Sehingga, hal tersebut berdampak pada citra perbankan syariah.
Sementara itu, Rizal menyebutkan, Mudharabah Institute pertama kali didirikan pada akhir 2003. Hingga kini, lembaga tersebut memfokuskan pada pelatihan dan pengembangan etika bisnis bagi lembaga keuangan syariah. Lembaga tersebut saat ini berkantor di Jl Cempaka Putih Barat II E, Jakarta.n aru.

Sumber:
http://www.sebi.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=259&Itemid=46

Etika produksi dalam Islam

Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Dalam Islam, seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islami. Nilai-nilai moral itulah yang kemudian membuat system ekonomika Islam lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakan secara umum. Seperti yang dikatakan Mannan bahwa produksi dalam Islam haruslah memenuhi criteria objektif yang dinilai uang, juga criteria subjektif yang dinilai dengan adanya etika dalam berproduksi.
Nilai-nilai dan norma dalam berproduksi mengingatkan kita akan pentingnya memperhatikan; peringatan Allah akan kekayaan alam, bahwa bekerja sendi utama produksi, berproduksi dalam lingkaran yang halal, perlindungan kekayaan alam, perlindungan kekayaan alam. Semuanya terangkum dalamsatu pemahaman bahwa dalam Islam segalaaktifitas hiduptermasuk dalam ekonomi, hendaknya bermuara dan berujung pada upaya untuk mencari Keridhoan Allah. Begitu pula dalam melaksanakan aktifitas produksi, tidak hanya berdasarkan pada aktifitas menghasilkan daya guna suatu barang belaka, melainkan sebagai upaya menjalankan tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.

sumber:
http://agustianto.niriah.com/2008/10/04/etika-produksi-dalam-islam/

Etika Bisnis Jepang

JEPANG merupakan contoh menarik perpaduan harmonis antara modern dan tradisional. ‘’Negeri matahari terbit’’ ini tidak hanya memancarkan sinar kemajuan industri dan teknologi, melainkan juga memiliki keunikan budaya yang tak tenggelam di tengah arus modernisasi. Jangan kaget jika di negeri dengan ekonomi terbesar kedua dunia ini Anda menjumpai segala sesuatunya berbeda secara fundamental. Budaya Jepang —dalam banyak hal bersumber pada spirit Konfusianisme dan Shintoisme— sangat mewarnai kehidupan sosial dan etos bisnis. Jepang memiliki budaya konteks tinggi yang sangat berbeda, khususnya dengan budaya Barat, yang lebih egaliter dan terbuka.
Pilar utama nilai-nilai budaya Jepang dikenal dengan wa (harmoni), kao (reputasi), dan omoiyari (loyalitas). Konsepsi wa mengandung makna mengedepankan semangat teamwork, menjaga hubungan baik, dan menghindari ego individu. Perlu diingat, pengaruh nilai wa dalam pola budaya Jepang terutama udaya bisnis— yaitu ekspresi tidak langsung dalam menyatakan penolakan.Orang Jepang tidak bisa berkata tidak. Dalam menyampaikan pendapat, mereka lebih mengutamakan konteks, tidak menyatakannya secara terbuka. Secara harfiah, kao berarti wajah. Wajah merupakan cermin harga diri, reputasi, dan status sosial. Masyarakat Jepang pada umumnya menghindari konfrontasi dan kritik terbuka secara langsung. Membuat orang lain ‘’kehilangan muka’’ merupakan tindakan tabu dan dapat menyebabkan keretakan dalam hubungan bisnis. Sedangkan omoiyari berarti sikap empati dan loyalitas. Spirit omoiyari menekankan pentingnya membangun hubungan yang kuat berdasarkan kepercayaan dan kepentingan bersama dalam jangka panjang.

BUDAYA DAN IKLIM BISNIS
Memasuki abad ke-20, setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II, Jepang mulai mengadopsi teknologi Barat dan menggenjot industri dalam negerinya. Sejak itu, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menjadi salah satu negara pengekspor paling sukses. Kini Jepang merupakan negara industri terkemuka, dengan iklim bisnis dan pasar terbuka yang ramah bagi investasi dan perdagangan asing. Meskipun Jepang mengalami proses modernisasi yang cepat, pola budaya dan tradisinya masih kental mewarnai praktek dan hubungan bisnis. Berikut gambaran praktek bisnis di Jepang pada umumnya.
• Struktur dan hierarki dalam bisnis dan perusahaan Jepang sangat kuat. Hierarki yang kuat juga tercermin dalam negosiasi bisnis. Proses negosiasi biasanya dimulai dari executive level, kemudian dilanjutkan pada middle level. Meskipun demikian, keputusan dibuat secara kolektif.
• Proses negosiasi bisnis dengan Jepang dikenal alot dan lamban. Namun adanya persaingan bisnis yang ketat dewasa ini mendorong pengambilan keputusan dibuat lebih cepat dan efisien.
• Dalam budaya bisnis Jepang, senioritas sangat dihormati. Umur dan status biasanya terkait erat. Dalam pertemuan bisnis, posisi tempat duduk didasarkan pada tingkat senioritasnya.
• Di Jepang, kontrak bisnis tidak otomatis diartikan sebagai kesepakatan akhir. Lebih penting dari itu adalah memelihara relasi dengan baik untuk kepentingan jangka panjang.
ETIKA BISNIS JEPANG: DO’S AND DON’TS
• Kebiasaan umum di Jepang dalam perkenalan, menyambut, atau memberi salam adalah dengan ‘’membungkuk’’. Menyambut dan memberi salam hendaknya dilakukan dengan sopan dan penghormatan yang wajar. Jika relasi Anda membungkuk, pastikan bahwa Anda membalasnya, membungkuk serendah yang dilakukan oleh relasi Anda. Dalam hal tertentu, cukup dengan berjabat tangan. Dalam perkenalan, jangan menyapa relasi Jepang Anda dengan nama depannya. Orang Jepang lebih suka menggunakan nama belakangnya. Gunakan sebutan Mr, Mrs, atau menambah san pada nama keluarga. Misalnya, Mr. Hiroshima atau Hiroshima-san.
• Pertukaran kartu nama (business card). Saling tukar kartu nama atau ‘’meishi’’ merupakan kebiasaan yang penting di Jepang. Pembicaraan bisnis selalu diawali dengan pertukaran kartu nama. Pemeo mengatakan, bisnis belum dapat dimulai sampai ada pertukaran kartu nama. Gunakan dua tangan pada waktu menyerahkan kartu, demikian pula sebaliknya ketika menerima. Pertukaran kartu nama dilakukan setelah ritual salam membungkuk usai dilaksanakan. Pada waktu menerima kartu nama dari calon relasi bisnis, tunjukkkan bahwa Anda telah mengamatinya dengan cermat dan saksama sebelum menaruhnya di atas meja atau memasukkannya dalam card case. Jangan memasukkan kartu ke dalam dompet, kantong celana, atau menulis pada kartu yang Anda terima. Tindakan ini dipandang sebagai tindakan tidak respek dan sopan. Kartu hendaknya dicetak dalam dua bahasa, di satu sisi bahasa nasional Anda dan pada sisi sebaliknya dengan bahasa Jepang. Hal ini untuk menunjukkan kemauan kuat Anda untuk berkomunikasi dengan relasi Jepang Anda.
• Pertukaran cenderamata atau oleh-oleh. Membawa dan memberikan oleh-oleh merupakan bagian warisan budaya bisnis Jepang tempo dulu yang sangat penting. Pada era bisnis Jepang kontemporer, meskipun membawa oleholeh tidak lagi menjadi keharusan, hal itu tetap dihargai sebagai bagian dalam etika bisnis Jepang. Namun, harus diingat, jangan membawa cenderamata terlalu besar, sebab dapat dianggap sebagai “sogokan’’. Cenderamata itu sendiri sebenarnya tidaklah terlalu penting. Yang lebih penting dari itu adalah prosesi dan nuansa yang terjadi di balik tukar-menukar cenderamata itu. Cenderamata harus selalu dibungkus secara cermat. Jangan menggunakan kertas bungkus dengan warna putih polos karena menyimbolkan kematian. Penyerahan cenderamata hendaknya dilakukan pada akhir pertemuan atau kunjungan. Penyerahan dilakukan dengan dua tangan, demikian sebaliknya pada waktu menerima.
• Ketepatan waktu. Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat dengan budaya tepat waktu yang tinggi. Terlambat dalam suatu pertemuan bisnis dianggap tidak menghargai. Datang lima menit lebih awal merupakan praktek yang umum.
• Penampilan dan busana. Orang Jepang dikenal sangat konservatif soal pakaian. Mereka sangat menghargai seseorang yang berpakaian pantas sesuai dengan status dan posisinya atau bahasa kerennya, dress to impress. Dalam acara bisnis, jangan mengenakan pakaian casual. Laki-laki sebaiknya memakai business suits warna gelap konservatif. Wanita dianjurkan tidak memakai celana panjang karena dinilai kurang sopan dan memberi kesan ofensif.
• Jamuan bisnis. Orang Jepang hampir tidak pernah mengundang jamuan di rumah. Jamuan bisnis umumnya diadakan di restoran. Biasanya tuan rumah akan memilih menu dan membayarnya. Perlu dicatat, memberikan tip bukan hal yang lumrah di Jepang.
• Privasi dan body language. Masyarakat Jepang sangat menghargai privasi dan merasa nyaman dengan sikap tenang. Dalam berbicara atau negosiasi, hindari sikap dan gerakan-gerakan tangan yang berlebihan. Orang Jepang tidak bicara dengan tangan. Menunjuk dianggap tindakan yang tidak sopan. Jangan pula menggunakan isyarat ‘’OK’’ dengan tangan, karena di Jepang berarti uang. Hindari simbol-simbol angka 4 (empat). Masyarakat Jepang mempercayai angka 4 sebagai angka dan nasib buruk (bad luck) karena bunyi bacaan shi punya kesamaan arti dengan kematian.
• Di “negeri sakura’’, ungkapan gomenasai (maaf) dan arigato (terima kasih) banyak kita dengar di berbagai tempat dan kesempatan. Menyatakan terima kasih secara intens dan berulang kali dianggap perbuatan yang santun. Nah, setelah mengetahui etika bisnis Jepang, sebaiknya Anda mulai mempraktekannya supaya sukses mendulang emas di ‘’negeri samurai’’ itu. Hai, domo, arigato...!

Sumber:
http://www.aksesdeplu.com/etika%20bisnis%20jepang.htm

ETIKA DALAM BERBAHASA

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia tidak dapat menghindarkan diri dari kegiatan berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap saat, kita selalu menggunakan bahasa untuk berbicara dengan teman, orang tua, kakak, ataupun adik. Pada saat berkomunikasi itu, kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Namun, dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, setiap penutur sebaiknya berupaya untuk menggunakan bahasa secara baik dan benar. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman antara orang-orang yang berkomunikasi.
Untuk memahami hubungan antara etika berkomunikasi dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa yang baik dan benar, terlebih dahulu dikemukakan definisi komunikasi. Komunikasi merupakan proses pertukaran informasi antarindividu melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku yang umum. Berdasarkan definisi yang dikemukakan tadi, kita akan mendapatkan tiga komponen yang harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu (1) pihak yang berkomunikasi, yakni si pengirim dan si penerima informasi, (2) informasi yang sampaikan, dan (3) alat yang digunakan dalam komunikasi itu.
Etika berkomunikasi dalam suatu interaksi komunikasi erat kaitannya dengan pemilihan bahasa, norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Para ahli bahasa menyebut lima etika yang harus dikuasai oleh seorang pembicara ketika dia berkomunikasi. Apa saja etika itu?
Dalam menciptakan suasana komunikasi yang baik, terlebih dahulu penutur peru menguasai dan mengetahui etika dan tatanan berkomunikasi yang akan kita lakukan. Etika pada saat kita berbicara dengan orang lain itu antara lain:
Pertama, seorang pembicara harus mengetahui apa yang akan dikatakannya, pada waktu dan keadaan tertentu kepada lawan bicaranya berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu; Kedua, jenis bahasa apa yang paling wajar kita gunakan yang disesuaikan dengan budaya di tempat kita berbicara; Ketiga, kapan dan bagaimana kita menggunakan giliran berbicara kita, dan menyela pembicaraan orang lain; Keempat, kapan kita harus diam; dan Kelima, bagaimana kualitas suara dan sikap fisik kita di dalam berbicara itu.
Butir-butir aturan dalam etika berkomunikasi tadi bukanlah merupakan hal yang terpisah satu sama lainnya. Kelima etika itu merupakan bagian-bagian yang menyatu di dalam tindak berbahasa. Butir (1) dan (2) menjelaskan aturan sosial berbahasa yang terdiri atas: siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, tentang apa, kapan, di mana, dan dengan tujuan apa. Sebagai contoh, kita hendak menyapa seseorang, maka harus kita mengetahui terlebih dahulu siapa orang itu, di mana, kapan, dan dalam situasi bagaimana.
Butir (3) dan (4) yang juga merupakan aturan dalam etika berbahasa perlu pula dipahami agar kita bisa disebut sebagai anggota orang yang dapat berbahasa. Kita tidak dapat seenaknya menyela atau memotong pembicaraan seseorang; untuk menyela kita harus memperhatikan waktunya yang tepat dan tentunya juga dengan memberikan isyarat terlebih dahulu.
Butir (e) dalam etika berkomunikasi menyangkut masalah kualitas suara dan gerak-gerik anggota tubuh ketika berbicara. Kualitas suara berkenaan dengan volume dan nada suara. Setiap budaya mempunyai aturan yang berbeda dalam mengatur volume dan nada suara. Masyarakat Sultra dalam berbahasa daerah ataupun berbahasa Indonesia cenderung menggunakan volume suara yang lebih tinggi dibandingkan dengan para penutur bahasa Sunda dan bahasa Jawa.
Selain lima butir etika berkomunikasi yang dikemukakan di atas, gerak-gerik fisik dalam bertutur juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam etika berkomunikasi. Gerak-gerik fisik dalam etika bertutur menyangkut dua hal, yakni yang disebut kinesik dan proksimik. Kinesik ini menyangkut gerakan mata, perubahan ekspresi wajah, perubahan posisi kaki, antara tangan, bahu, kepala, dan sebagainya. Berbeda dengan kinesik, proksimik merupakan jarak tubuh di dalam berkomunikasi atau bercakap-cakap. Jauh-dekatnya jarak tubuh ketika berkomunikasi dengan seseorang bergantung pada apa yang sedang dibicarakan. Jika yang dibicarakan adalah hal yang menyangkut rahasia, maka jarak antarpembicara biasanya dekat, sedangkan untuk pembicaraan yang bersifat umum dapat dilakukan dengan jarak empat atau lima kaki.
Pada bagian akhir tulisan ini, ditegaskan bahwa pengetahuan dan pemahaman terhadap hakikat komunikasi dan etika berbahasa dapat menghindarkan diri dari perbedaan pemahaman antara pembicara dan pendengar. Berbahasa yang baik dengan berlandaskan pada norma-norma dan etika berkomunikasi akan menciptakan suasana dan hubungan yang harmonis antara pembicara dan pendengar. Inilah sesungguhnya yang diharapkan dari suatu komunikasi karena jika bahasa (pesan) yang disampaikan tidak dipahami oleh pendengar, maka bahasa (pesan) yang disampaikan tersebut tidaklah komunikatif.

Sumber :
http://www.kendaripos.co.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=5871